Sepsis merupakan SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) yang disertai dugaan adanya infeksi dan ditemukannya tempat infeksi. Sepsis adalah suatu respon inflamasi yang dipengaruhi oleh sitokin dan mediator lain, menyebabkan gangguan endotel (peningkatan permeabilitas, vasodilatasi/konstriksi, mikroemboli), depresi miokard, gangguan mikrosirkulasi yang menyebabkan disfungsi multipel organ. Secara umum diakibatkan pelepasan endotoksin kuman gram negatif. Sepsis didahului dengan adanya infeksi. Pasien akan datang dengan keluhan pokok sesuai dengan penyakit pencetusnya.
Seorang pasien dikatakan sepsis jika memiliki dua atau lebih kriteria sebagai berikut :
- Tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau turun 40 mmHg dari tekanan awal
- Suhu badan > 380C atau < 360C
- Denyut nadi > 90 x/ menit
- RR : > 20x/menit
- leukosit > 12.000/mm3 atau < 4000/ mm3
- sel-sel muda (batang) > 10%
Tanda utama lainnya yang terjadi pada pasien yang mengalami sepsis berat adalah oliguri dan tanda asidosis. Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan hipoperfusi, atau hipotensi. Sepsis umumnya terjadi pada usia lanjut, malnutrisi , penyakit berat, kehamilan, terapi imunosupresi, neoplasma, trauma/luka bakar, penyakit induksi ginekolog, dan penyakit infeksi gastrointestinal. Untuk menegakkan diagnosis maka pada konferensi internasional ditambahkan petanda biomolekuler, yaitu procalcitonin (PCT) dan C-reactive protein (CRP) sebagai langkah awal diagnosis sepsis.
Sebagian besar penderita sepsis menunjukkan fokus infeksi jaringan sebagai sumber bakteremia.(Sudoyo, 2006)
Bakteri gram negatif yang menyebabkan sepsis memiliki lipopolisakarida yang mengawali terjadinya tanda sepsis. Lipopolisakarida (LPS) akan membentuk suatu kompleks yang disebut LPS binding protein complex. Kompleks ini akan dikenali oleh reseptor makrofag disebut CD 14. CD 14 akan menginisiasi sinyal intrasitoplasma yang akan menghasilkan tanslokasi nuclear factor kappa B (NF-?B) ke dalam nukleus. NF-?B adalah faktor yang menyebabkan makrofag mengeluarkan sitokin seperti TNF α, IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, faktor aktivasi trombosit, dan IFN. Sitokin ini bersama komponen imun yang lain akan menyebabkan berbagai keadaan sebagai tanda syok septik. Contohnya adalah TNF α akan menyebabkan vasodilatasi, hipotensi, dan demam. (Wilson, 2001)
Pada pemeriksaan laboratorium untuk sepsis awal ditandai dengan leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia, dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Mortalitas akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah gejala dan beratnya proses penyakit.
Dalam melaksanakan terapi kasus sepsis harus mengacu pada tiga prioritas utama, yaitu stabilitas pasien langsung, membersihkan darah dari mikroorganisme, dan terapi obat. Istirahat merupakan hal yang harus dilakukan, langkah ini disertai dengan pemberian cairan dan elektrolit yang cukup : kristaloid dan koloid, memantau hematokrit < 30 %; transfusi PRC, nafas : bantuan mekanis bila frekuensi pernafasan > 30x/menit dan dangkal. Pemberian makanan harus mengandung protein dan kalori tinggi. Terakhir adalah terapi obat atau medikamentosa berupa dopamin, dobutamin,nitropusid, antimikrobial spektrum luas seperti aminoglikosid dilanjutkan sefalosporin, selain itu dapat diberikan kortikosteroid. Drotrecogin alfa (protein C teraktifkan rekombinan) dapat menurunkan resiko relatif kematian akibat sepsis dengan disfungsi organ akut terkait. Pencegahan dapat dilakukan dengan meghindari trauma pada permukaan mukosa yang biasanya dihuni bakteri gram negatif. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah gagal ginjal akut, perdarahan usus, sindrom distres pernafasan dewasa, koagulasi intravaskular diseminata dan beberapa komplikasi lain yang merusak kerja organ tubuh. (Sudoyo, 2006)
No comments:
Post a Comment