Persalinan pada Wanita dengan Post Miomektomi

Mioma uteri merupakan neoplasma jinak otot polos yang berasal dari miometrium. Insidensi mioma uteri pada umumnya 20-25%, tetapi telah terbukti mencapai angka 70-80% pada studi yang menggunakan teknik histologis dan sonografis. Mioma uteri mengandung kumpulan sel-sel otot polos yang memanjang dalam anyaman yang melingkar dan saling tegak lurus satu sama lain. Mioma uteri merupakan tumor yang sensitif terhadap hormon esterogen dan progesteron yang pertumbuhannya terjadi saat usia produktif dan mengalami regresi ukuran serta insidensi saat masa menopause. Berdasarkan lokasinya mioma uteri dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) mioma subserosa yang berasal dari miosit yang berdekatan dengan lapisan serosa uterus, mioma jenis itu tumbuh ke arah luar dan apabila bertangkai maka dinamakan mioma pedunkulata; (2) mioma intramural yang pertumbuhannya berpusat di dalam dinding rahim; (3) mioma submukosa yang terdapat pada endometrium dan tumbuh ke arah rongga uterus. Penatalaksanaannya adalah berupa observasi, terapi medikamentosa, dan pembedahan. Manajemen pembedahan dari mioma uteri dapat berupa histerektomi, miomektomi, serta miolisis.

	Laparoskopi	Laparotomi
Risiko transfusi	+	++
Lamanya perawatan	+	++
Kejadian infeksi (demam)	+	++
Pembentukan adhesi	+	++
Rekurensi mioma	++	+

(Gynecology William)

Beberapa hal dapat dipertimbangkan untuk memilih dilakukannya metode laparoskopi atau dengan laparotomi. Atas beberapa hal yang telah dijabarkan pada tabel di atas, penggunaan metode laparoskopi relatif lebih aman dibandingkan dengan laparotomi. Laparoskopi miomektomi biasanya dilakukan pada kasus tertentu, seperti pada kasus mioma subserosa dan mioma intramural. Laparoskopi dapat mereduksi kemungkinan terjadinya komplikasi. Penjahitan uterus akan dilakukan dari luar sehingga mengurangi waktu operasi dan penjahitan berlapis untuk memastikan tidak terjadinya ruptur uteri pada kehamilan berikutnya. Laparoskopi miomektomi dapat dilakukan pada mioma subserosa dan intramural yang dapat dicapai secara mudah tanpa memasuki kavum uteri. Mioma intramural yang letaknya profunda sulit diambil dengan menggunakan laparoskopi, sehingga dilakukan laparotomi. Ruptur uteri yang terjadi setelah dilakukan miomektomi berasal dari kasus mioma intramural yang letaknya profunda, tetapi jarang terjadi pada mioma dengan letak superfisial.

            Pada kasus ini didapatkan keterangan bahwa telah dilakukan laparotomi miomektomi sebelumnya sehingga terdapat kemungkinan bahwa jenis mioma yang dahulu terdapat adalah mioma berukuran besar dengan jumlah banyak mau pun mioma dengan letak intramural bagian profunda. Seperti yang telah diketahui sebelumnya, adanya insisi sebelumnya pada uterus yang menyebabkan sikatrik atau bekas luka pada uterus dapat menjadi faktor risiko terjadinya ruptur uteri saat persalinan berikutnya. Apabila dahulu terjadi laparotomi pada mioma intramural profunda maka risiko terjadinya ruptur uteri semakin besar dibandingkan jika mioma tersebut adalah mioma subserosa. Selain letak lapisannya, kemungkinan terjadinya ruptur uteri juga dipengaruhi oleh lokasi dimana sikatrik itu berada.

Insisi di uterus bagian bawah (segmen bawah rahim) memiliki angka kejadian ruptur uteri yang lebih kecil. Meskipun begitu, adanya insisi sebelumnya pada uterus yang dapat menyebabkan timbulnya sikatrik bukan merupakan kontraindikasi absolut untuk dilakukannya persalinan per vaginam. Suatu studi pernah melaporkan bahwa terdapat 83% dari total kelahiran per vaginam yang berhasil dengan selamat pada ibu yang pernah mengalami insisi sebelumnya pada uterus saat mengalami seksio sesaria.

Adapun persyaratan yang harus dipenuhi agar seorang ibu hamil dengan riwayat insisi sebelumnya pada uterus, seperti seksio sesaria maupun miomektomi, dapat melahirkan per vaginam yaitu:

1.      Tidak mengalami insisi pada segmen bawah rahim lebih dari satu kali, termasuk apabila sebelumnya pernah mengalami seksio sesaria.

2.      Pelvis adekuat secara klinis untuk menjalani persalinan per vaginam.

3.      Tidak terdapat sikatrik lainnya atau kejadian ruptur uteri sebelumnya.

4.      Terdapat tenaga medis dan peralatan yang memadai apabila tiba-tiba diperlukan seksio sesaria darurat.

Perlu diperhatikan bahwa induksi pada persalinan per vaginam pada wanita dengan riwayat insisi pada uterus akan sangat meningkatkan kejadian ruptur uteri. Penguunaan oksitosin untuk induksi ditemukan telah meningkatkan kejadian ruptur uteri pada wanita dengan riwayat insisi uterus. Turner (1997) mendapatkan bahwa 13 dari 15 kejadian ruptur uteri dilaporkan di Coombe Hospital Dublin antara tahun 1982 dan 1991 terjadi pada wanita dengan riwayat insisi uterus (seksio sesaria) sebelumnya. The American Academi of Pediatrics dan the American College of Obstetricians and Gynecologists (2002) telah menyimpulkan bahwa oksitosin dapat digunakan dalam induksi pasien dengan riwayat insisi uteri sebelumnya namun dengan pemantauan yang sangat ketat.

Prostaglandin juga digunakan untuk mematangkan serviks atau induksi persalinan. Bukti terakhir menyebutkan bahwa penggunaan prostaglandin pada wanita dengan riwayat insisi uteri (seksio sesaria) meningkatkan risiko ruptur dari uterus. Contohnya, Ravasia et al (2000) membandingkan angka kejadian ruptur antara 172 wanita yang diberikan gel prostaglandin E₂ dan 1544 wanita lainnya dengan persalinan spontan. Angka kejadian ruptur uteri jauh lebih tinggi pada wanita dengan pemberian prostaglandin E₂ dibandingkan dengan yang menjalani persalinan spontan, yaitu 2,9% : 0,5%.

Sumber:

http://humrep.oxfordjournals.org/content/14/7/1735.full.pdf+html

http://www.laparoscopyhospital.com/TABLE_OF_CONTENTS_files/pdf/A%20Review%20Study%20Comparing%20Myomectomy%20by%20Laparoscopy%20and%20Laparotomy.pdf

http://humrep.oxfordjournals.org/content/21/12/3278.full.pdf

http://findarticles.com/p/articles/mi_m0CYD/is_17_40/ai_n27868596/

http://humrep.oxfordjournals.org/content/15/4/869.full

http://www.fibroidsurgery.de/en/portal-endogyn/endogyn/special-treatment/fibroids/about-fibroids/what-is-myomectomy.html

http://www.ajog.org/article/S0002-9378(96)70445-3/abstract

Obstetric-Gynecologyc William ed 22